ANAK: kami INGIN AYAH disini..
Hadirnya sosok ayah dalam pola pengasuhan anak sehari-hari, ternyata dapat berpengaruh terhadap pembentukan self esteem/ harga diri seorang anak. Anak membutuhkan sosok yang tegas, lugas, logis namun tetap lembut dan penyayang. Figur yang ‘disegani’ amat dibutuhkan dalam mendidik anak guna menerapkan kedisiplinan. Seorang ayah yang dengan segala pengorbanannya, mampu memberikan semangat dan perlindungan akan menjadikan anak-anaknya begitu merasa berharga dihadapan orang tuanya. Dengan demikian, anak tidak akan ‘gatal’ mencari perhatian dan kenyamanan dari orang lain, apalagi orang yang salah.
Sadarkah kita bahwa makin kemari, grafik kasus asusila semakin melonjak naik? Bila kita telusuri kembali, semua tidak lepas dari masalah keluarga. Anak-anak yang terlibat dengan prostitusi, rata-rata berasal dari keluarga/ orangtua yang cuek, tidak perhatian terhadap anak-anaknya. Bahkan banyak pula orangtua yang ‘kebobolan’, tidak tahu bahwa anak-anak mereka telah menjadi PSK remaja (usia 12-17 tahun). Perhatian yang dibutuhkan oleh anak jangan hanya dianggap dapat tergantikan dengan memberikan mereka sejumlah materi. Anak butuh penguatan karakter, penguatan spiritual, di arahkan agar dapat mengelola emosi, membutuhkan komunikasi yang hangat, adanya pengakuan, dsb. Apakah orangtua masih saja –merasa aman- sementara anak-anak mereka tidak terpenuhi segala kebutuhannya?
Zaman ini semakin edan! Perubahan teknologi kecepatannya melebihi desah nafas kita! Kejahatan pun semakin canggih modus-modusnya. Oleh karenanya, apakah cukup membekali anak hanya dengan kecerdasan akal dan limpahan materi? Bila orangtua masih berpikir seperti itu, pantas saja Indonesia menjadi salah satu Negara berprestasi dalam korupsi. Pinter tapi keblinger! Katanya berpendidikan tinggi, tapi hobi melanggar hak orang lain plus kewajiban diri. Coba saja para orangtua melakukan otokritik, apakah selama ini yang ditekankan pada anak hanyalah seputar: dapat ranking bagus, rajin sekolah, pergi les, kerjakan PR dengan baik, masuk sekolah favorit, masuk kuliah ternama, kerja di perusahaan ‘X’, dapat istri/ suami cakep dan kaya, dsb?. Yup, semua yang ditekankan bersifat duniawi, mereka bisa saja pintar secara intelegensi serta harapan-harapan tersebut bisa saja mudah terpenuhi. Namun apakah cerdas pula dengan spiritual dan emosionalnya?
Jangan heran bila sekarang terdapat istilah ‘ayam kampus’. Secara kasat mata mereka memang tidak beda seperti mahasiswa lainnya, bahkan terlihat sebagai sosok pandai, rajin dan terpelajar. Tapi, apa kabar dengan moral? Astagfirullah. Bila ditanyakan alasan mereka menjadi ‘ayam intelektual’, dengan enteng menjawab: yaa ikutan teman, ‘terlanjur’ sama pacar, pengen beli BB, pengen beli baju baru, buat jajan aja, dsb. Intinya mereka hanya mengejar gaya hidup yang mewah. Begitupun dengan anak-anak yang kecanduan pornografi, mereka demikian karena luput dari perhatian dan pengawasan orangtua.
Tahukah, bahwa kecanduan pornografi dapat merusak otak 5x lebih dahsyat daripada NARKOBA? Dan karena pornografi pula bisa membuat seorang anak TK berbuat asusila terhadap teman mainnya sendiri! Kenyataan ini di sekitar kita, saudaraku! Naudzubillahimindzalik.. Nah, orangtuanya ada dimana?. Mau jadi apa generasi negeri ini…
Kembali lagi pada keluarga! Mari kita kokohkan generasi melalui kelompok sosial terkecil yang bernama KELUARGA! Tidak cukup hanya ibu! Tidak cukup hanya ibu! Ibu memang menjadi madrasatul aulad, madrasah bagi anaknya, namun ayah pula yang turut mengokohkan pendidikan anak. Kami butuh seorang ayah yang peduli, seorang ayah yang dapat bekerjasama baik dengan ibu dalam mendidik kami. Tidak sekedar kewajiban mencari nafkah, namun turut serta dalam mendidik –langsung- kami. Wahai ayah, aku dan ibu inginkan kau disini..
-hasil daya tangkap dari suatu seminar parenting, n dalam rangka HARI KELURGA-

0 komentar:
Posting Komentar