Sayang.. (namun tak mendidik)
Mungkin Anda
pernah mendengar cerita perihal kupu-kupu 
yang cacat karena  DIBERI BANTUAN
oleh manusia? Saya kembali review sekilas cerita yang cukup menarik ini. 
Suatu ketika ada
seorang anak laki-laki yang sedang memperhatikan kepompong. Kepompong ini  begitu menyita perhatian sang bocah karena
disana terlihat perjuangan seekor bayi kupu-kupu yang berusaha untuk keluar
dari lubang kecil cangkang kepompong tersebut. Anak lelaki ini merasa iba
dengan si bayi kupu-kupu yang terlihat kepayahan untuk mencari jalan keluar dan
memang memakan waktu yang cukup lama. 
Karena rasa
kasihan, akhirnya sang anak memutuskan untuk membantu –membukakan jalan keluar-
bagi bayi kupu-kupu tersebut. Anak laki-laki itu kemudian menggunting cangkang
kepompong dengan harapan si bayi kupu-kupu bisa keluar dengan mudah tanpa harus
berlelah-lelah. Ya, bayi kupu-kupu memang bisa keluar dengan memudah, namun apa
yang terjadi??ternyata pertumbuhan kupu-kupu tersebut jadi kurang sempurna. Di
kala kupu-kupu yang lain dapat terbang tinggi dengan sayapnya yang elok,
kupu-kupu ini tidak bisa melakukannya sama sekali. Sayapnya memang ada, tapi
dengan ukuran yang lebih kecil. Ukuran sayap yang lebih kecil inilah yang
menyebabkan sang kupu-kupu sulit untuk terbang. Akhirnya mau tak mau, sang
kupu-kupu malang ini harus menerima kenyataan pahit ini sepanjang hidupnya.
Bila dikaitkan
dengan judul dari artikel ini, maka ada poin penting yang dapat kita ambil dari
kisah diatas, yaitu bahwa tidak semua yang orang anggap baik bagi anak-anak
kita, akan berdampak positif pula bagi mereka. Termasuk, sikap orang tua yang
terlalu protective, memanjakan berlebihan atau bergaya diktator MESKI dengan
alasan SAYANG. Sikap terlalu memanjakan, bisa membuat anak tidak mandiri. Sikap
terlalu protective, dapat membentuk seseorang anak yang penakut. Sikap terlalu
diktator, akan menjadikan kreativitas anak terpangkas. Dan semua ini akan
MENYULITKAN kehidupan anak di masa depannya kelak (tanpa orang tua sadari). 
Memanjakan
adalah memudahkan anak dengan memposisikan orang tua sebagai PELAYAN.
Protective yang tak bijak sama dengan memudahkan anak dengan memposisikan orang
tua sebagai PELINDUNG UTAMA. Sikap diktator adalah memudahkan anak dengan
meposisikan orang tua sebagai PEMBERI KEPUTUSAN tanpa melibatkan sang anak pada
proses pengambilan keputusan. Benang merah dari dampak sikap orang tua yang
seperti ini adalah menjadikan anak sebagai BONEKA HIDUP. Dampak yang cukup
dalam karena mematikan daya pikir-daya gerak-daya rasa. Ketika dewasa, anak
akan cenderung menjadi orang yang PASIF. Hidup, namun “minim daya guna.” Dengan
demikian, sama saja dengan memburamkan masa depan anak. 
Orang tua memang
WAJIB menyayangi putera-puterinya, namun dengan cara yang bijaksana dan tidak
berlebihan. Firman Tuhan memang benar adanya, bahwa segala yang berlebihan itu
tidaklah baik, dalam hal apapun. Kita harus ingat bahwa disamping tujuan yang
baik, dibutuhkan pula cara yang baik. Niat baik dengan cara yang salah, maka
hasilnya akan “mis”, begitupun sebaliknya. Rasa sayang memang baik, akan tetapi
bila diungkapkan dengan cara yang kurang tepat maka hasilnya seperti kisah
kupu-kupu malang di atas. Konon bersadarkan fakta sains, ketika kupu-kupu
kesulitan untuk keluar dari cangkang kepompong, itu adalah fase dimana terdapat
cairan (seperti hormon) yang sedang mengalir untuk mengoptimalkan perkembangan
tubuh (termasuk sayap) sang kupu-kupu. 
So, itulah sebabnya sang kupu-kupu
menjadi cacat ketika proses perjuangannya di per-instant oleh bocah laki-laki
tersebut.
Semoga Anda,
saya, kita semua… dapat menjadi orang tua PENYAYANG yang BIJAKSANA… aamiin. 

0 komentar:
Posting Komentar