(tidak ada) ANAK NAKAL..
Tidak ada anak
yang nakal, tidak ada anak yang aneh, tidak ada anak yang menjengkelkan. Coba
kita pikirkan kembali, bahwa dengan segala perilaku dan tutur kata mereka,
anak-anak..tetaplah anak-anak. Terkadang sebagai orang tua, kita mudah untuk
memvonis seorang anak “nakal”..”usil”..”jahil”..”bebal”..dsb. Nakal, karena
sulit diatur, selalu membangkang, tidak mau mendengarkan dan seabreg alasan
lainnya. Mari kita renungkan kembali, sebagai orang dewasa..memang seharusnya
kitalah yang lebih mengerti dan memahami mereka. Mengapa sebagai orang tua
malah selalu menuntut anak-anak agar memahami kondisi orang tuanya. Dengan kata
lain, anak diminta untuk –lebih shabar dan berkorban- untuk orang tuanya,
isn’it?. 
Anak-anak adalah
“kertas putih” yang bisa berwarna-warni karena lingkungan di sekitarnya. Anda
selaku orang tua mempunyai andil terbesar dalam menentukan warna hidup mereka.
Bila diibaratkan “rasa”, maka anak itu –plain-..masih hambar. Oleh karenanya,
anak-anak cenderung jujur dan apa adanya. Kalaupun ada anak yang sudah pandai
“memanipulasi” dan “stratejik”..maka itu adalah –hasil pembelajaran- anak
terhadap orang-orang di dekatnya. Anak lebih mudah meniru apa yang orang tuanya
lakukan daripada apa yang orang tuanya katakan. So, bila anak melakukan sesuatu
yang menurut kita “nakal”, maka koreksilah diri sendiri terlebih dahulu. Apa
mungkin kenakalan yang kita maksud ternyata benihnya ditanam oleh Anda sendiri
sebagai orang tuanya.
 Pikiran dan logika anak-anak, tentu berbeda
dengan logika orang dewasa. Bila sudah paham demikian, mengapa kita sering tak
bisa mengontrol emosi?. Bila emosi kita sudah “terkendalikan” oleh anak-anak,
maka tandanya harus ada yang dibenahi! Orang dewasa, TAKLUK pada “permainan
anak-anak.” Ketika Anda sudah terpancing emosi sehingga lose control, maka sama dengan kita sedang memaksakan LOGIKA DEWASA
(yang sudah ngejlimet) terhadap anak kita. Bisa jadi, saat anak tidak mau
mentaati perintah Anda, itu adalah “bentuk reaksi” ketidakpahamannya akan alasan
dibalik perintah yang Anda berikan. Ketika anak sulit diajak untuk belajar,
bisa saja karena metode pengajaran yang Anda lakukan tidak sesuai dengan “cara
belajar” anak, sehingga tidak menarik dan tidak efektif dampaknya. Ketika anak
malas-malasan untuk hadir les matematika, bisa jadi karena memang sang anak
memiliki potensi yang lebih besar di bidang lain yang non-matematika. Keterbatasan
kemampuan anak dalam memahami cara berkomunikasi (yang baik) membuat mereka
akan bereaksi “khas” anak-anak, yakni: menangis, marah/ trantrum, kabur,
bersembunyi, melakukan “kontak fisik”, dsb. 
Berarti
“kegaduhan” yang sering timbul antara anak-orang tua seringkali disebabkan oleh
mis-komunikasi (salah paham, salah mengerti). Maklum, range usia saja sudah amat jauh. Maka, memang dibutuhkan ilmu yang
mumpuni bagi kita selaku orang tua (orang dewasa) untuk memahami anak-anak kita
lebih dalam. Dengan lebih mengenali dan memahami dunia anak, Insya Allah
“mengarungi hidup” bersama mereka akan selalu dirasakan sebagai saat-saat yang
penuh kebahagiaan. Oleh karena itu, tidak akan ada lagi orang tua yang
memberikan label negatif kepada anak-anaknya, karena sejatinya  orang tua lah yang harus melakukan effort  besar dalam memahami anak-anaknya. Tidak ada
anak yang nakal, tidak ada anak yang aneh, tidak ada anak yang menjengkelkan…karena
semua anak adalah HEBAT..semua anak adalah UNIK! Insya Allah, DIA akan
memberikan kemuliaan pada orang tua yang dapat SEPENUH HATI dalam mendidik
putera-puterinya..  Aamiin.

0 komentar:
Posting Komentar