SEJARAH
Mengapa terkadang manusia terlupa dengan –sejarah- hidupnya sendiri. Misalnya..ketika kita pernah merasakan kesulitan-kesengsaraan-kepayahan, kemudian berhasil melewati itu semua,sehingga orang mengatakan bahwa kita adalah orang yang sukses… Yang menjadi fokusadalah, apakah kita –mengharuskan- orang lain untuk sukses dengan mengikuti cara kita juga?? Ataukah..tentang -semangat juang- yang kita tularkan??.
Lucu, ketika ada kisah.. orang tua yang menginginkan anaknya untuk bisa survive dengan cara yang pernah ia lakukan (di jaman 70-an). Berharap anaknya merasakan ‘penderitaan’ yang sama, yang orang tua alami ketika ia masih muda. Bersekolah tanpa alas kaki, memakai pakaian yang sama setiap hari…menuntut ilmu tanpa transportasi yang memadai..dsb. Oke, tak ada masalah..bila maksudnya ingin menanamkan empati dan rasa –prihatin-.. Namun, ketika anak-anak tidak dibekali dengan arahan konkrit dan pemahaman tujuan yang jelas, yang terjadi adalah si anak merasa bahwa ia sedang diperbandingkan, dan naluri manusia: akan merasas angat –tidak nyaman- ketika ia dibanding-bandingkan dengan orang lain(termasuk dengan orang tua sendiri). Apakah pesan si orang tua sampai pada si anak?? Saya yakin, TIDAK sampai. Yang terjadi, si anak hanya mendongkol dihati..
Yaa, ada –proses- penyampaian pesan yang kurang sempurna… Untuk kasus ini, mungkin kita memang ingat dengan –sejarah hidup- kita.. namun, ketika kita merasakan kesulitan di masa lalu, apa –harus-orang lain juga ikut merasakan –kesulitan- yang serupa??? Yang bijak adalah,saat kita merasakan –tidak enak- berada di kondisi A, maka kita berusaha agar orang lain tidak merasakan kondisi yang sama….
Di satu sisi (ironis).. terkadang ketika kita merasakan pernah –menderita-..pernah merangkak dari dasar..hingga mencapa ipuncak ketinggian.. namun kita melupakan –sejarah- itu saat mempunyai –tuntutan besar- kepada orang lain. Dalam kondisi tersebut, kita kadang kehilangan objektifitas. Kita berorientasi pada hasil tanpa mau menoleh pada –proses-. Misalnya,orang tua yang menginginkan anaknya untuk menikah dengan seseorang yang–perfect-…mapan sagala-galana. Padahal, dahulu.. ayah-ibunya pun merasakan–perjuangan- mengarungi –kemelaratan-. Kalau sudah begitu, nampaknya orang tua akan lebih memilih orang yang mapan meski koruptor, daripada seseorang yang sedang merintis namun amanah.. Pan begini mah, namanya parah!
Hmm, selain itu...kasus –lupa akan sejarah- adalah ketika seseorang melupakan pihak-pihak yang berperan atas keberhasilan yang ia peroleh. Hakikat mahluk sosial, emang gak bisa hidup sendiri.. selain atas kuasa Allah, tentu keberhasilan yang kita raih tidak akanluput dari andil orang-orang di sekitar kita.. Rata-rata, kita juga mengabaikan dan melupakan bantuan yang sifatnya non-materiil…misalnya: doa dan semangat. Ketika dirundung masalah…getol skali meminta –dukungan-…sampai-sampai semua nama di–phone book- kita hubungi.. namun ketika –bahagia-..ingat namanya saja, tidak.
Betul juga kata Bung Karno: JAS MERAH jangan sekali-kali meninggalkan sejarah! karena, dengan sejarah..kita bisa mengevaluasi kesalahan kita di masa lalu. Dengan sejarah..kita pun bisa mengulangi –kejayaan- di masa lalu. Yup, sejarah itu adalah masa lalu yang dapat diolah sehingga menjadi relevan di masa kini… :)
Wallahu'alam bishawab...

0 komentar:
Posting Komentar