Senin, 06 Januari 2014

“Bad Habits” Orang Tua terhadap ANAK

0

Bismillah..




Bad Habits” Orang Tua terhadap ANAK

1.       Seorang ibu yang memberikan anak balitanya sarapan pagi dengan menu “mie-bakso”  (bukan bikin sendiri pula, tapi bakso gerobak) atau mie instant, dan hampir setiap hari.

Bisa kita bayangkan, seorang anak balita yang seharusnya sangat diperhatikan asupan nutrisinya..pada kasus ini sang ibu malah “tanpa sadar” telah meracuni anaknya sendiri. MSG dalam vetcin, saos-sambal yang tidak sehat, penyedap masakan, bakso yang proses pembuatannya steril atau tidak, bahan dari mie.. Masya Allah, itu semua pemicu penyakit berbahaya bagi tubuh. Anak-anak batita atau balita baiknya masih dijaga “pengecapannya” dari varian rasa. Utamakan makanan dengan rasa-rasa yang alami (bahkan plain), tidak mengandung rasa yang “kuat”.  Hal ini berdampak pada “hobi jajan” anak kelak.

 Rata-rata anak yang sudah terbiasa memakan makanan dengan rasa yang tajam, akan gemar jajan, bahkan jadi susah makan (makanan berat: nasi dan teman-temannya). Anak akan lebih tertarik pada rasa-rasa yang “lebih menarik”. Biasanya jajanan yang anak sukai adalah makanan yang justru tidak menyehatkan. Selain itu, bila anak sudah pilih-pilih makanan, maka otomatis pemenuhan gizi dalam tubuh pun jadi bermasalah. Padahal, nutrisi amat menentukan optimalisasi perkembangan tubuh dan otaknya. Jangan abaikan usia emas tumbuh-kembang anak-anak kita. So, memang sudah seharusnya kaum ibu mampu menyajikan masakan sendiri bagi keluarganya.. 

2.       Seorang ayah yang asyik merokok ketika bersama dengan anaknya.

Di hirupnya dalam-dalam sebatang rokok dengan penuh kenikmatan, lalu ia hembuskan kepulan asap berisi racun itu di depan anaknya yang masih balita. Hal ini adalah realita yang sempat saya lihat di kendaraan umum. Wah, kumaha ini teh? Mungkin kita juga sudah tahu bahwa ternyata penerima dampak bahaya rokok yang lebih riskan adalah para perokok pasif. Bagi para pria terutama yang sudah menikah dan memiliki anak, apakah Anda melihat kalimat peringatan yang tertera pada kemasan rokok yang Anda beli? Meski sudah terbukti merusak kesehatan dan membuang-buang uang, namun tetap saja dilakukan dengan enteng hati.

 Dari segi keuangan keluarga, sebetulnya biaya “pembelian rokok” adalah pengeluaran yang sia-sia. Tidak ada manfaat yang didapat baik oleh pelaku apalagi korban (perokok pasif). Dari segi kesehatan, sudah pasti merusak! Biarlah bila sang perokok tidak peduli dengan kesehatannya, tapi apakah tidak peduli juga dengan kesehatan keluarga Anda terutama anak-anak.

 Orang tua yang perokok berarti telah memberikan contoh perilaku buruk terhadap anaknya, apabila ditiru maka orang tua akan bertanggung jawab kelak di akhirat. Merokok di dekat anak-anak kita, sama dengan berinvestasi penyakit di tubuh mereka. Asap rokok, dapat mempengaruhi kesehatan organ tubuh anak terutama sistem pernapasan. Biasanya anak dengan gangguan sistem pernapasan, perkembangan tubuhnya pun turut terganggu. Selain itu setiap polusi rokok yang terhirup anak, dapat memutuskan syaraf di sel otak mereka. Begitu dahsyat dampak negatif dari rokok, lalu (bagi orang tua  yang masih merokok) apakah Anda masih ingin menyengaja merusak secara perlahan anak-anak Anda sendiri?

3.       Orang tua yang membiarkan anaknya berjam-jam di depan TV

Apa yang orang tua lakukan terhadap anaknya bila sedang merasa sibuk di rumah? Bila memang tidak memakai jasa asisten rumah tangga, maka tidak jarang sang ortu menyalakan TV lalu mengkondisikan anaknya untuk menonton TV dengan tenang. Mungkin, alasannya agar anak tidak rewel dan mengganggu kita, maka mendingan diminta duduk manis untuk nonton TV. Apa begitu? Hmm, nampaknya strategi itu harus “dikaji ulang” nih. TV “si kotak ajaib”, mempunyai dampak yang serius terhadap perkembangan anak. Bahkan, orang tua yang concern dengan pendidikan dan perkembangan anaknya memilih untuk tidak memperkenalkan anak pada TV atau justru tidak tertarik untuk memilikinya sama sekali.

 Orang tua jangan lengah dalam memantau jenis tontonan anak, sebab “salah tonton” maka moralitas anak menjadi taruhannya. Emosional anak pun dapat dipengaruhi oleh jenis tontonannya. Seharusnya orang tua mendampingi dan memberikan arahan atau penjelasan sebagai edukasi, jadi si anak tidak begitu saja ditinggal sendiri “menonton TV mandiri.” Selain itu, jangan biarkan anak menonton dengan durasi berjam-jam. Hal ini dapat merusak daya konsentrasi anak dan daya berpikirnya menjadi agak lamban. Ketika anak kecanduan TV, maka waktunya pun akan dihabiskan di depan TV, sehingga anak akan jarang melakukan aktifitas fisik yang dinamis dan menunjang tumbuh-kembang tubuhnya. Intinya, TV membuat anak menjadi malas bergerak dan berpikir. Bila sudah mengetahui dampak TV bisa “seribet” ini, jangan jadikan TV sebagai “pengasuh” anak kita lagi.. 


----------à  to be continued………

0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com