“Bad
Habits” Orang Tua terhadap ANAK
1.       Seorang
ibu yang memberikan anak balitanya sarapan pagi dengan menu “mie-bakso”  (bukan bikin sendiri pula, tapi bakso
gerobak) atau mie instant, dan hampir setiap hari.
Bisa
kita bayangkan, seorang anak balita yang seharusnya sangat diperhatikan asupan
nutrisinya..pada kasus ini sang ibu malah “tanpa sadar” telah meracuni anaknya
sendiri. MSG dalam vetcin, saos-sambal yang tidak sehat, penyedap masakan,
bakso yang proses pembuatannya steril atau tidak, bahan dari mie.. Masya Allah,
itu semua pemicu penyakit berbahaya bagi tubuh. Anak-anak batita atau balita
baiknya masih dijaga “pengecapannya” dari varian rasa. Utamakan makanan dengan
rasa-rasa yang alami (bahkan plain), tidak mengandung rasa yang “kuat”.  Hal ini berdampak pada “hobi jajan” anak
kelak.
 Rata-rata anak yang sudah terbiasa memakan
makanan dengan rasa yang tajam, akan gemar jajan, bahkan jadi susah makan
(makanan berat: nasi dan teman-temannya). Anak akan lebih tertarik pada
rasa-rasa yang “lebih menarik”. Biasanya jajanan yang anak sukai adalah makanan
yang justru tidak menyehatkan. Selain itu, bila anak sudah pilih-pilih makanan,
maka otomatis pemenuhan gizi dalam tubuh pun jadi bermasalah. Padahal, nutrisi
amat menentukan optimalisasi perkembangan tubuh dan otaknya. Jangan abaikan
usia emas tumbuh-kembang anak-anak kita. So, memang sudah seharusnya kaum ibu
mampu menyajikan masakan sendiri bagi keluarganya.. 
2.       Seorang
ayah yang asyik merokok ketika bersama dengan anaknya.
Di
hirupnya dalam-dalam sebatang rokok dengan penuh kenikmatan, lalu ia hembuskan kepulan
asap berisi racun itu di depan anaknya yang masih balita. Hal ini adalah
realita yang sempat saya lihat di kendaraan umum. Wah, kumaha ini teh? Mungkin kita
juga sudah tahu bahwa ternyata penerima dampak bahaya rokok yang lebih riskan
adalah para perokok pasif. Bagi para pria terutama yang sudah menikah dan
memiliki anak, apakah Anda melihat kalimat peringatan yang tertera pada kemasan
rokok yang Anda beli? Meski sudah terbukti merusak kesehatan dan membuang-buang
uang, namun tetap saja dilakukan dengan enteng hati.
 Dari segi keuangan keluarga, sebetulnya biaya
“pembelian rokok” adalah pengeluaran yang sia-sia. Tidak ada manfaat yang didapat
baik oleh pelaku apalagi korban (perokok pasif). Dari segi kesehatan, sudah
pasti merusak! Biarlah bila sang perokok tidak peduli dengan kesehatannya, tapi
apakah tidak peduli juga dengan kesehatan keluarga Anda terutama anak-anak.
 Orang tua yang perokok berarti telah
memberikan contoh perilaku buruk terhadap anaknya, apabila ditiru maka orang
tua akan bertanggung jawab kelak di akhirat. Merokok di dekat anak-anak kita,
sama dengan berinvestasi penyakit di tubuh mereka. Asap rokok, dapat
mempengaruhi kesehatan organ tubuh anak terutama sistem pernapasan. Biasanya
anak dengan gangguan sistem pernapasan, perkembangan tubuhnya pun turut
terganggu. Selain itu setiap polusi rokok yang terhirup anak, dapat memutuskan
syaraf di sel otak mereka. Begitu dahsyat dampak negatif dari rokok, lalu (bagi
orang tua  yang masih merokok) apakah
Anda masih ingin menyengaja merusak secara perlahan anak-anak Anda sendiri?
3.       Orang
tua yang membiarkan anaknya berjam-jam di depan TV
Apa
yang orang tua lakukan terhadap anaknya bila sedang merasa sibuk di rumah? Bila
memang tidak memakai jasa asisten rumah tangga, maka tidak jarang sang ortu
menyalakan TV lalu mengkondisikan anaknya untuk menonton TV dengan tenang.
Mungkin, alasannya agar anak tidak rewel dan mengganggu kita, maka mendingan
diminta duduk manis untuk nonton TV. Apa begitu? Hmm, nampaknya strategi itu
harus “dikaji ulang” nih. TV “si kotak ajaib”, mempunyai dampak yang serius
terhadap perkembangan anak. Bahkan, orang tua yang concern dengan pendidikan
dan perkembangan anaknya memilih untuk tidak memperkenalkan anak pada TV atau
justru tidak tertarik untuk memilikinya sama sekali.
 Orang tua jangan lengah dalam memantau jenis
tontonan anak, sebab “salah tonton” maka moralitas anak menjadi taruhannya. Emosional
anak pun dapat dipengaruhi oleh jenis tontonannya. Seharusnya orang tua
mendampingi dan memberikan arahan atau penjelasan sebagai edukasi, jadi si anak
tidak begitu saja ditinggal sendiri “menonton TV mandiri.” Selain itu, jangan
biarkan anak menonton dengan durasi berjam-jam. Hal ini dapat merusak daya
konsentrasi anak dan daya berpikirnya menjadi agak lamban. Ketika anak
kecanduan TV, maka waktunya pun akan dihabiskan di depan TV, sehingga anak akan
jarang melakukan aktifitas fisik yang dinamis dan menunjang tumbuh-kembang
tubuhnya. Intinya, TV membuat anak menjadi malas bergerak dan berpikir. Bila
sudah mengetahui dampak TV bisa “seribet” ini, jangan jadikan TV sebagai
“pengasuh” anak kita lagi.. 
----------à  to be
continued………

0 komentar:
Posting Komentar