KERTAS dan ANAK
Ibu Ainun Habibie, menulis catatan pada buku A. Makmur Makka (“SABJH”),hal.386:
“Mengapa saya tidak bekerja? Bukankah saya dokter? Memang. Dan sangat mungkin saya bekerja waktu itu. Namun, saya pikir: buat apa uang tambahan dan kepuasan batin yang barangkali cukup banyak itu jika akhirnya diberikan pada seorang perawat pengasuh anak bergaji tinggi dengan resiko kami sendiri kehilangan kedekatan pada anak sendiri? Apa artinya ketambahan uang dan kepuasan professional jika akhirnya, anak saya tidak dapat saya timang sendiri, saya bentuk sendiri pribadinya? Anak saya akan kehilangan ibu bapak, seimbangkah orangtua kehilangan anak dengan uang dan kepuasan pribadi tambahan karena bekerja?Itulah sebabnya saya memutuskan menerima hidup pas-pasan. Tiga setengah tahun kami bertiga hidup begitu.”
Subhanallah! Adakah dari kita yang dapat berpikir demikian? Rasa takut dan khawatir, ketika anak (kita) diasuh dan dibesarkan oleh “tangan-tangan pinjaman”? Bukan diasuh, dididik dan dibesarkan oleh tangan kita sendiri..
It seem like, kita diberikan kesempatan untuk membuat rancangan masa depan bagi karier diri dalam suatu kertas putih dan polos. Akan tetapi yang berpikir, merancang dan menuliskan plan tersebut malah orang lain. Artinya, sama saja dengan kita hanya membuat atau menerima kreasi dari pemikiran orang lain. Mungkin hasil akhir kreasi tersebut terbentuk sesuai dengan harapan/pemikiran kita. Namun, bersiap-siap pula untuk kecewa bila hasil yang terbentuk tidak sesuai bahkan jauuuuuh..dari harapan dan espektasi kita sendiri.
Seperti itu pula anak-anak. Mereka adalah amanah dari Sang Pencipta..Mereka lahir dalam keadaan ‘tidak tahu” dan tidak berdaya. Mereka adalah kertas putih yang polos dan bersih..belum ternoda. Maka, orangtuanyalah yang akan memberi warna dan goresan pada kertas tersebut. Kertas putih tersebut, ada yang menjadi karya indah.. sebuah master piece! :). Tapi, tidak sedikit yang menjadikan kertas polos ini menjadi guratan-guratan tak beraturan dengan warna yang kelam..sobek, tercabik bahkan mendarat ditempat sampah! :(
Jangan pernah menyalahkan anak, bila mereka tidak tumbuh-berkembang sesuai dengan harapan kita. Jangan membenci anak, bila mereka berulah diluar‘standar normatif’ kita. Jangan kecewa terhadap anak bila mereka kurang peka dan perhatian terhadap kita. Mengapa?
- Karena anak akan bereaksi sesuai apa yang mereka terima. Seperti pada paragraph sebelumnya, anak adalah KERTAS PUTIH..
- Tanyalah pada diri sendiri, apakah kita memang sudah optimal dalam mendidik mereka?
Saudaraku, kita juga harus ingat..bahwa ternyata si kertas yang “mendarat di tempat sampah” itu, bisa kembali digunakan dengan konsep –recycle-.. That’s mean, semua tidak ada kata terlambat, Insya Allah.. Kita masih bisa memperbaiki diri dan keadaan, selama kita masih punya keinginan-harapan-semangat! Anak-anak itu lebih match dengan tangan-tangan orangtuanya, bukan oleh tangan-tangan pinjaman.. apalagi tangan-tangan asing.
Mari lebih mendekat pada anak-anak kita! :)
-salam PARENDU-

0 komentar:
Posting Komentar