Senin, 06 Januari 2014

(How to be…) Kartini Masa Kini

0

Bismillah..

(How to be…) Kartini Masa Kini


Ø  Seorangguru wanita, kebingungan karena keran di kamar mandi kelas rusak dan terlepas.  Walhasil airnya menyembur tak terkendali. Akhirnya si ibu berinisiatif untuk meminta bantuan kepada penjaga sekolah untuk memperbaiki keran tersebut.

Guru: Pak, maaf nih, bisa tolong betulkan keran air dikamar mandi kelas saya?? Soalnya kerannya rusak, airnya nyembur-nyembur..
Pak penjaga: Oh.. silakan bu, gak apa-apa! (Si bapak segera bergegas ke kamar mandi untuk membantu membenarkan keran air yang rusak itu)
**Tidak lama kemudian, si bapak keluar sambil berkata: tuhkan bu, bohong  yaa!
Guru: Emangnya bohong kenapa gitu pak?? (bertanyakeheranan..)
Pak penjaga: Yaa ternyata emansipasi bohong ya bu, nih buktinya…kalau urusan begini mah tetap minta tolong sama laki-laki!
Guru: hmm, iya.. (sambil senyum mikir…)
Pak penjaga: yaudah bu, saya permisi dulu yaa bu.. dah kelar kok.
Guru: Nghhh, iya iya pak.. Makasih banyak yaa! (setelah pak penjaga berlalu, guru ini kemudian berkata untuk dirinya sendiri…
Omongan si bapak Nampak simple, tapi..cukup reasonable…

Ø  Seorangistri harus berdebat panjang dulu dengan suaminya, mengenai siapa yang akan menghadiri pertemuan –orang tua & guru- di sekolah anak mereka.

Istri : ayah, nanti sabtu.. ayah saja yaa, yang hadir ke sekolah si kakak, ibu kan ada janji dengan client..
Suami: bun, kan sabtu kemarin juga kita tidak jadi tamasyake Water Boom karena ibu mendadak ada kunjungan kerja ke luar kota.. Sabtu ini,giliran ayah yang ada urusan keluar kota dengan para rekan bisnis ayah. Ayah harap bunda bisa meluangkan waktu sejenak ke Sekolah kakak.
Istri: Ayah ini gimana sih! Ayah tahu kan posisi bunda di perusahaan itu sebagai apa??? Senior marketing yah! Masa gak memberikan teladan baik pada anak buahnya, kalo sampai bunda harus mangkir!
Suami: hey..hey bun, kan ayah tidak minta bunda untuk mangkir…tapi..-hadir sejenak- ke sekolah kakak.. setelah itu, bunda  dengan client bunda… kan tinggal me-reschedule saja.. Hubungi sajaclient bunda dari sekarang.. ok?
Istri: Ayah.. tolong yaaa! Jangan pengen enak sendiri! Ayah aja yang –absen- dulu dari pertemuan dengan rekan bisnis! Beres kan?!?!?
Ayah: MasyaAllah bun… ini kan untuk anak kita juga.. jangan keterlaluan lah bun..
Istri: Pokoknya, bunda sibuk! Titik.

Ø  Dua orang yang saling berteman baik, sedang berjalan bersama menuju rumah mereka masing-masing. Di perjalanan cukup terjadi percakapan yang menarik, karena salah satu diantara mereka tertarik untuk –memenuhi- tawaran pekerjaan dari salah seorang kenalannya..

Remaja A: Ran, kok dikau senyum-senyum melulu dari pas tadi kita bubar sekolah??
Remaja B: hehehe, ah enggak apa-apa!
Remaja A: ihhh, bokis (bohong) luw!! Ada apa sih?? Kok gak cerita-cerita gitu.. pengen tau dong!
Remaja B: kepo deh! Pengen tau aja..atau pengen tau banget?! Hihi..
Remaja A: pengen tau banget…tingkat dewa! Ayoo dong sekarang cerita…..
Remaja B: haha, oke deh.. kasian liat wajah memelasmu! Hmm,jadi gini! Bentar lagi..gue bakalan tenar! Terkenal, sejajar seleb.. xixixixi
Remaja A: waaah!!! Mau jadi artis nih??keren banget.. Ehh,tapi apa-an dulu nih??hehe
Remaja B: Hmm, gue nerima tawaran seorang temen, katanya sedang butuh model buat majalah dewasa ******. Kan lumayan juga tuh –fee- nya,gue bisa gonta-ganti HP..beli2 baju n sepatu model terbaru… ahh, banyak deh impian gue! Kalo gue dah punya mobil sendiri, lu bisa nebeng kok! Haa.
Remaja A: Astagfirullah… Ran. Gue saran biar lu bisa pikirin lagi keputusan lu..please! iyaa, gue tau mungkin honornya besar banget.. lu  juga punya banyak impian,tapi..kan caranya masih banyak yang lebih baek..
Remaja B: Ahhh, kok jadi ceramah lu May! Gak usah dehatur-atur idup gue.. Jaman sekarang kan dah beda, termasuk cewek-cewek sekarangjuga dah lebih bebas untuk berekspresi! Milih profesi yang kita suka! Jangan-jangan lu ngiri lagi??
Remaja A: MasyaAllah.. bukan gitu Ran.. Gue Cuma sayang sama lu, jadi gue ngomong gini!
Remaja B: Ahh, sayang-sayang… Bull****. Nyesel gue cerita ma lu! Reseh! (sambil berjalan lebih cepat, setengah berlari)
Remaja A: eh…eh, Ran! Tunggu.. jangan marah.. Ran… Ran..(mencoba mengejar langkah temannya itu..)

Ø  Dua orang sahabat sedang berbincang di sebuah Caffe, seusai mengikuti perkumpulan rutin – Persatuan Aktivsi Feminis Ekstrimis-. Mereka mulai mengalami–pergeseran nilai-…

X: Bener juga yaa, kata siapa perempuan kerjaannya Cuma–diem di rumah-. Toh makin kemari, makin keliatan bahwa kemampuan perempuan kadang melebihi kapasitas laki-laki.
Y: Sepakat sob! Hmm, sekarang udah mulai terbukti bahwa perempuan bukan –mahluk- kelas kedua lagi. Sebel banget kalo udah liat perempuan diinjek-injek harga dirinya! Bahkan sama suaminya sendiri..
X: Hahaha, ehh Non, sekarang kan udah banyak yang kebalik kondisinya!
Y:Maksud??
X: Iya, kan dah banyak juga kali perempuan yang jadi –pahlawan- keluarga.. Ehh,malah bisa ngalahin gaji suaminya! Haha. Keren gak tuh! Sampe2 suaminya gak bisa semena-mena..
Y: Hehe, iya juga ya! Btw, kita daritadi ngomongin tentang–rumah tangga- orang mulu yaa?? Hahaha, padahal kita kan sama-sama masih free!Hihi
X: Ahh, kalo saya sih..jadi gak kepikiran kearah sana… Toh,dengan –single- pun kita bisa survive! Ini emansipasi Sob!
Y: Yup, yup.. saya juga gak ma rela deh jadi  . Kan kalo jadi istri kudu patuh sama suami…. Enggaaaak banget dah!
X: Yeah! Kan gak sesuai ma prinsip kita…
Y: Yoi, fren!!!


> Helloooo!!!Apa sih emansipasi?? Apa seperti gambaran beberapa percakapan tadi?? Apa
seperti itu kah KARTINI masa kini??

> Apakah  emansipasi itu diaplikasikan dengan.............
menghabiskan separuh waktu di luar rumah tanpa peduli keluarga?
menolak untuk patuh kepada suam?tidak mau melakukan tuntutan kodrati, bahkan kaidah syar’i?
sengaja –merendahkan- nilai dan harga dirinya sendiri?
Hmm, coba teman-teman bandingkan dengan kiprah beberapa tokoh di bawah ini……

Zainab Binti Jahsy
-
-         Berhati lembut, penyayang dan suka menolong
-         Memiliki keahlian dan keterampilan yang banyak.
-         Ahli sedekah,sehingga diriwayatkan :
Aisyah: “ Ternyata tangan terpanjang diantara kami adalah Zainab, sebab ia sudah biasa berusaha dengan tangannya sendiri dan bersedekah.” (HR. Muslim)

Rufaidah binti Sa’ad
-  
-         Perawat Islam pertama sejak zaman Rasul ( abad ke-8 SM)
-         Teladan, baik dan empati, organisatoris, pemimpin dan motivator.
-         Turut  memecahkan masalah sosial
-         Sukarelawan di perang : Badr, Uhud, Khandaq dan khaibar.
-         Pencetus Rumah Sakit lapangan (berupa tenda)
-         Pencetus sekolah keperawatan

Hj Wirianingsih   (Bu Wiwi)
Hal Spesial           :               Ibudari 10 anak penghafal Al-Quran
Kiprah                   :
Ibu yang inspiratif bagi anak-anaknya (teladan dan inspiratif)
Madrasah pertama bagi anak-anaknya (Blueprint orang tua,Visi Keluarga)
Memiliki peran sosial yang banyak (Ketum Salimah, Presidium BMOIWI, Ketua Aliansi Selamatkan Anak/ ASA, Staf Departemen Kaderisasi DPP parpol Islam)
Aktivis ketika masih menjadi pelajar dan Mahasiswa ( PII dan HMI)

Asma Nadia (Asmarani Rosalba)
Hal spesial           : penulis yang telah melahirkan karya-karya yanginspiratif.
Misal: Buku  Rembulan dimata Ibu à mendapat penghargaan sebagai buku remajat erbaik versi IKAPI (2001), Novel Dialog Dua Layar à karya yang membuat beliau dinobatkan menjadi penulis terbaik dari IKAPI (2002)
Hal menarik dibalik fakta :
Ø Gemar sekali membaca (sehari min.1-2 buku, bila sedang semangat 3-4 buku sehari)
Ø Bisa membaca buku setebal 400-500 halaman dalam waktu 3 jam.
Ø Kegemarannya inilah yang sebenarnya menghantarkan ia menjadi seorang penulis.



> So,Kartini masa kini adalah…

-         Dia yang mampu memberikan kontribusi untuk kehidupan
-         Dia yang berani berbeda demi kebaikan dan kebenaran..(dengan catatan,,gak melanggar aturan agama dan hukum yaa..he)
-         Dia yang melakukan langkah-langkah inspiratif dan solutif untuk lebih memuliakan peran wanita

Pada dasarnya Allah menciptakan Laki-laki dan perempuan adalah untuk saling melengkapi satu sama lain, bukan untuk saling mengungguli…


> Semoga kita semua lebih -bright- lagi memaknai emansipasi wanita!

Untuk saudari2ku: Selamat berkarya, selamat melakukan aksi nyata.. untuk menjadi inspirator, tidak hanya pada sesama wanita, namun sesama manusia, di seluruh dunia! Aku, kamu, mereka dan kita semua …InsyaAllah pasti BISA!!! :D


 Wallahu'alam bishawab...

Kado di hari KARTINI: Main Stream (arus utama)

0

Kado di hari KARTINI: Main Stream (arus utama)

Bismillah….

Pernah dengar istilah –PUK- Peng-arus Utamaan Keluarga dan –PUG- Peng-arus Utamaan Gender?? Ternyata syariat islam, tidak cocok dengan –isu gender- lho..(ceritanya, saya mencoba men-sari-kan materi dari suatu seminar). Mengapa? Karena dengan adanya PUG, ternyata membuka peluang yang lebih luas untuk Lesbi, Biseksual, Homo, Transgender. Gender itu, pada dasarnya akan mengacu pada –perasaan- dan –pilihan- setiap manusia. Bukan berdasarkan –anugerah kodrati- (ketentuan Allah).

Jadi, dengan demikian sangat membuka peluang terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Misal: dalam –teori- gender, seorang anak kecil harus diberikan mainan yang –netral- terlebih dulu, dan tidak mengarah pada –jenis kelaminnya- (tidak menganggap penting penguatan karakter berdasarkan jenis kelamin).

Begini…. seorang anak laki-laki sah-sah saja ketika diberikan mainan –boneka Barbie- atau masak-masakan, atau seorang perempuan dibelikan mainan robot-robotan, pistol/senapan. Ketika si anak ternyata nyaman dengan mainan perempuan (boneka, masak-masakan, dsb), meski dia adalah seorang laki-laki…maka si anak berhak untuk menentukan pilihan bahwa ia memilih untuk tetap menjadi seorang laki-laki atau lebih nyaman menjadi seorang perempuan. Jadi, -identitas diri- itu masih bisa dikompromi berdasarkan –kenyamanan- tadi.
Bila sudah begini, pastinya akan mengundang –fitnah- besar-besaran. Inilah sebabnya di beberapa Negara luar yang –menjunjung tinggi- gender, menghalalkan perkawinan sesama jenis..bahkan diatur dalam konstitusi. Nah, bila ada –penentangan-, maka pihak penentang tersebut bisa dikatakan sebagai –penindas HAK ASASI MANUSIA-.

Biasanya, bila berbicara tentang gender akan terkait juga dengan emansipasi wanita. Sementara sejauh ini, frame ttg emansipasi (yang terkadang masih salah kaprah)..hanya membuat wanita (seolah) tersadarkan bahwa mereka benar-benar –mahluk- yang termarginalkan. Semangat yang muncul, terkadang adalah semangat yang bersifat –revenge-.

Oleh karenanya, imbas dari emansipasi yang –bablas- tersebut adalah –keluarga- yang menjadi victim. Keluarga yang terabaikan.. suami-istri yang tidak harmoni.. anak-anak yang –salah asuhan-.. Padahal, we need to know that, dari rumah lah…Negara ini bisa berdiri kuat. Rumah adalah –karantina- dasar dalam membentuk SDM yang berkualitas. Keluarga –pecah-…Negara pun akan –bermasalah-..karena SDM yang terbentuk adalah manusia yang.. –payah- !

So, Indonesia… mau pilih yang mana??? PUK atau PUG?? –tapi jangan galauuu- ;)
The last: Lets make Indonesian strong from home… ^^v

Wallahu’lalam Bishawab….

ANAK: kami INGIN AYAH disini..

0

Bismillah..

ANAK: kami INGIN AYAH disini..


Hadirnya sosok ayah dalam pola pengasuhan anak sehari-hari, ternyata dapat berpengaruh terhadap pembentukan self esteem/ harga diri seorang anak. Anak membutuhkan sosok yang tegas, lugas, logis namun tetap lembut dan penyayang. Figur yang ‘disegani’ amat dibutuhkan dalam mendidik anak guna menerapkan kedisiplinan. Seorang ayah yang dengan segala pengorbanannya, mampu memberikan semangat dan perlindungan akan menjadikan anak-anaknya begitu merasa berharga dihadapan orang tuanya. Dengan demikian, anak tidak akan ‘gatal’ mencari perhatian dan kenyamanan dari orang lain, apalagi orang yang salah.

Sadarkah kita bahwa makin kemari, grafik kasus asusila semakin melonjak naik? Bila kita telusuri kembali, semua tidak lepas dari masalah keluarga. Anak-anak yang terlibat dengan prostitusi, rata-rata berasal dari keluarga/ orangtua yang cuek, tidak perhatian terhadap anak-anaknya. Bahkan banyak pula orangtua yang ‘kebobolan’, tidak tahu bahwa anak-anak mereka telah menjadi PSK remaja (usia 12-17 tahun). Perhatian yang dibutuhkan oleh anak jangan hanya dianggap dapat tergantikan dengan memberikan mereka sejumlah materi. Anak butuh penguatan karakter, penguatan spiritual, di arahkan agar dapat mengelola emosi, membutuhkan komunikasi yang hangat, adanya pengakuan, dsb. Apakah orangtua masih saja –merasa aman- sementara anak-anak mereka tidak terpenuhi segala kebutuhannya?

Zaman ini semakin edan! Perubahan teknologi kecepatannya melebihi desah nafas kita! Kejahatan pun semakin canggih modus-modusnya. Oleh karenanya, apakah cukup membekali anak hanya dengan kecerdasan akal dan limpahan materi? Bila orangtua masih berpikir seperti itu, pantas saja Indonesia menjadi salah satu Negara berprestasi dalam korupsi. Pinter tapi keblinger! Katanya berpendidikan tinggi, tapi hobi melanggar hak orang lain plus kewajiban diri. Coba saja para orangtua melakukan otokritik, apakah selama ini yang ditekankan pada anak hanyalah seputar: dapat ranking bagus, rajin sekolah, pergi les, kerjakan PR dengan baik, masuk sekolah favorit, masuk kuliah ternama, kerja di perusahaan ‘X’, dapat istri/ suami cakep dan kaya,  dsb?. Yup, semua yang ditekankan bersifat duniawi, mereka bisa saja pintar secara intelegensi serta harapan-harapan tersebut bisa saja mudah terpenuhi. Namun apakah cerdas pula dengan spiritual dan emosionalnya?

Jangan heran bila sekarang terdapat istilah ‘ayam kampus’. Secara kasat mata mereka memang tidak beda seperti mahasiswa lainnya, bahkan terlihat sebagai sosok pandai, rajin dan terpelajar. Tapi, apa kabar dengan moral? Astagfirullah. Bila ditanyakan alasan mereka menjadi ‘ayam intelektual’, dengan enteng menjawab: yaa ikutan teman, ‘terlanjur’ sama pacar, pengen beli BB, pengen beli baju baru, buat jajan aja, dsb. Intinya mereka hanya mengejar gaya hidup yang mewah. Begitupun dengan anak-anak yang kecanduan pornografi, mereka demikian karena luput dari perhatian dan pengawasan orangtua.

Tahukah, bahwa kecanduan pornografi dapat merusak otak 5x lebih dahsyat daripada NARKOBA? Dan karena pornografi pula bisa membuat seorang anak TK berbuat asusila terhadap teman mainnya sendiri!  Kenyataan ini di sekitar kita, saudaraku! Naudzubillahimindzalik.. Nah, orangtuanya ada dimana?. Mau jadi apa generasi negeri ini…
Kembali lagi pada keluarga! Mari kita kokohkan generasi melalui kelompok sosial terkecil yang bernama KELUARGA! Tidak cukup hanya ibu! Tidak cukup hanya ibu! Ibu memang menjadi madrasatul aulad, madrasah bagi anaknya, namun ayah pula yang turut mengokohkan pendidikan anak. Kami butuh seorang ayah yang peduli, seorang ayah yang dapat bekerjasama baik dengan ibu dalam mendidik kami. Tidak sekedar kewajiban mencari nafkah, namun turut serta dalam mendidik –langsung- kami. Wahai ayah, aku dan ibu inginkan kau disini..


-hasil daya tangkap dari suatu seminar parenting, n dalam rangka HARI KELURGA-

SEJARAH

0

Bismillah...


SEJARAH


Mengapa terkadang manusia terlupa dengan –sejarah- hidupnya sendiri. Misalnya..ketika kita pernah merasakan kesulitan-kesengsaraan-kepayahan, kemudian berhasil melewati itu semua,sehingga orang mengatakan bahwa kita adalah orang yang sukses… Yang menjadi fokusadalah, apakah kita –mengharuskan- orang lain untuk sukses dengan mengikuti cara kita juga?? Ataukah..tentang -semangat juang- yang kita tularkan??.

 Lucu, ketika ada kisah.. orang tua yang menginginkan anaknya untuk bisa survive dengan cara yang pernah ia lakukan (di jaman 70-an). Berharap anaknya merasakan ‘penderitaan’ yang sama, yang orang tua alami ketika ia masih muda. Bersekolah tanpa alas kaki, memakai pakaian yang sama setiap hari…menuntut ilmu tanpa transportasi yang memadai..dsb. Oke, tak ada masalah..bila maksudnya ingin menanamkan empati dan rasa –prihatin-.. Namun, ketika anak-anak tidak dibekali dengan arahan konkrit dan pemahaman tujuan yang jelas, yang terjadi adalah si anak merasa bahwa ia sedang diperbandingkan, dan naluri manusia: akan merasas angat –tidak nyaman- ketika ia dibanding-bandingkan dengan orang lain(termasuk dengan orang tua sendiri). Apakah pesan si orang tua sampai pada si anak?? Saya yakin, TIDAK sampai. Yang terjadi, si anak hanya mendongkol dihati..

 Yaa, ada –proses- penyampaian pesan yang kurang sempurna… Untuk kasus ini, mungkin kita memang ingat dengan –sejarah hidup- kita.. namun, ketika kita merasakan kesulitan di masa lalu, apa –harus-orang lain juga ikut merasakan –kesulitan- yang serupa??? Yang bijak adalah,saat kita merasakan –tidak enak- berada di kondisi A, maka kita berusaha agar orang lain tidak merasakan kondisi yang sama….

Di satu sisi (ironis).. terkadang ketika kita merasakan pernah –menderita-..pernah merangkak dari dasar..hingga mencapa ipuncak ketinggian.. namun kita melupakan –sejarah- itu saat mempunyai –tuntutan besar- kepada orang lain. Dalam kondisi tersebut, kita kadang kehilangan objektifitas. Kita berorientasi pada hasil tanpa mau menoleh pada –proses-. Misalnya,orang tua yang menginginkan anaknya untuk menikah dengan seseorang yang–perfect-…mapan sagala-galana. Padahal, dahulu.. ayah-ibunya pun merasakan–perjuangan- mengarungi –kemelaratan-. Kalau sudah begitu, nampaknya orang tua akan lebih memilih orang yang mapan meski koruptor, daripada seseorang yang sedang merintis namun amanah.. Pan begini mah, namanya parah!

Hmm, selain itu...kasus –lupa akan sejarah- adalah ketika seseorang melupakan pihak-pihak yang berperan atas keberhasilan yang ia peroleh. Hakikat mahluk sosial, emang gak bisa hidup sendiri.. selain atas kuasa Allah, tentu keberhasilan yang kita raih tidak akanluput dari andil orang-orang di sekitar kita.. Rata-rata, kita juga mengabaikan dan melupakan bantuan yang sifatnya non-materiil…misalnya: doa dan semangat. Ketika dirundung masalah…getol skali meminta –dukungan-…sampai-sampai semua nama di–phone book- kita hubungi.. namun ketika –bahagia-..ingat namanya saja, tidak.

Betul juga kata Bung Karno: JAS MERAH jangan sekali-kali meninggalkan sejarah! karena, dengan sejarah..kita bisa mengevaluasi kesalahan kita di masa lalu. Dengan sejarah..kita pun bisa mengulangi –kejayaan- di masa lalu. Yup, sejarah itu adalah masa lalu yang dapat diolah sehingga menjadi relevan di masa kini… :)


Wallahu'alam bishawab...

PREMIER LESSON’s

0

Bismillah..



PREMIER LESSON’s

Saya pernah mengalami suatu fase dimana saya amat “resah” bertemu dengan hari esok. Why? Karena saya membayangkan akan kembali bertemu dengan “sekelompok anak” yang membuat saya merasa terancam. Hampir setiap hari dalam tahun tersebut saya dihantui rasa demikian. Paranoid yang kadang melemahkan tujuan. Padahal, bila saya rasionalisasikan lagi..mereka itu adalah anak-anak, hanyalah anak-anak!
Masya Allah, saya akui merasa sangat kewalahan di tahun pertama saya mengajar. Saya belum “lihai” untuk mengkondisikan kelas, including penghuninya. Selalu merasa salah langkah, kadang jadi salah tingkah. Hari demi hari berganti, waktu pun terus berlalu..lambat laun saya mulai adaptif. Saya mulai dapat meraba situasi, memahami “does and doesn’t” . 

Titik pencerahan awal yang saya dapatkan adalah, mulailah sesuatu dengan “husnudzan”, berprasangka baik. Termasuk ketika hendak memulai pekerjaan, memulai mengajar dan mendidik anak-anak. Kurang lebih, apa yang kita pikirkan dapat memicu “alam” untuk bereaksi serupa. Ketika saya mencoba bertemu dengan anak-anak, saya kondisikan hati saya terlebih dulu untuk rileks dan senang. That’s quite works!

Kalaupun ternyata reaksi anak tidak sesuai dengan yang kita harapkan, setidaknya saya memang sudah menyiapkan hati yang senang tanpa beban, sehingga apapun yang saya hadapi terasa lebih ringan. Energi saya tidak terbuang percuma karena “ketakutan-ketakutan” yang belum tentu terbukti atau bahkan tidak sesuai sama sekali. Apalagi ketika menyadari bahwa guru adalah orang dewasa yang seharusnya memang lebih bisa memahami kondisi anak-anak didiknya. Masak iya, saya yang harus memaksa anak untuk memahami kondisi saya..its sound funny

Subhanallah, belajar pun bisa dari siapa saja tidak terkecuali anak didik kita. Natural mereka dalam bertutur kata dan bertingkah laku, membuatku belajar banyak apa arti ketulusan dan kejujuran. Anyway, bagaimanapun “kondisi” mereka..saya tidak bisa mengguggat, karena inilah tugas selaku pendidik, menanamkan nilai kebaikan kepada anak-anaknya. Meskipun, saya akui bahwa di tahun perdana saya mengajar, porsi terbesar pembelajaran saya adalah bagaimana agar saya tetap survive dengan berbagai tantangan yang saya hadapi dan survive dari tantangan dengan hati yang tetap tenang.
Perjuangan masih terus berlanjut kawan!!! Ganbatte.. ^^v

Rumput Tetangga Memang Lebih Hijau..

0

Bismillah..



Rumput Tetangga Memang Lebih Hijau..
 (mengagumi keluarga orang lain, lalu melupakan keluarga sendiri)

Tidak ada keluarga yang sempurna..meskipun sekilas terlihat sempurna. Tidak ada satupun keluarga yang terbebas dari permasalahan kehidupan.  Yaa, sering terbukti pepatah lama yang berkata: rumput tetangga lebih hijau dibandingkan dengan rumput di halaman sendiri. Terkadang kita sering berkeluh kesah dengan kondisi keluarga kita yang seolah mempunyai setumpuk masalah rumit dan terkagum-kagum dengan kondisi kelurga orang lain. Ketika seseorang merasa “jengah” dengan keluarganya sendiri, maka ia akan mencari “sosok keluarga lain” yang dapat menggantikan.  Bisa jadi ini adalah bentuk “kerinduan dan harapan” bisa juga sebagai bentuk “pemberontakan” atau memang mencari “perlindungan dan kenyamanan”. 

Memang tidak salah bila kita merasa nyaman dengan keluarga lain yang seolah lebih menyayangi kita sepenuh hati. Memang tidak salah bila kita lebih dekat dengan mereka yang mau menerima kita dengan tangan terbuka. Namun tetaplah sadari bahwa se-KEREN apapun –keluarga lain-, bhakti utama kita adalah kepada keluarga  sendiri. Apalah arti kita mampu berkorban demi sahabat dan keluarganya, bila hubungan dengan keluarga sendiri “terpecah” dan kurang harmonis.

Teralihnya perhatian kita dari keluarga sendiri adalah karena kita pribadi kurang mampu mengelola prasangka dan terlalu banyak mengajukan TUNTUTAN kepada keluarga. Padahal, selayaknya Allah menciptakan manusia dengan segala keunikan masing-masing, maka keluarga pun demikian. Setiap keluarga pasti mempunyai keunikan masing-masing, termasuk perihal PERMASALAHAN hidup yang harus dihadapi. Jadi, sebetulnya keluarga yang kita anggap “adem-ayem” pun pasti memiliki prolema hidup. Mungkin kita bertanya: “kok mereka nampak  terlihat akrab dan bahagia?”.. Naaah, itulah point-nya! Bahwa yang membedakan adalah SIKAP kita dalam menerima setiap permasalahan yang menghampiri diri dan keluarga kita. Siapa tahu, ternyata orang yang kita anggap memiliki keluarga yang harmonis, malah menghadapi permasalahan hidup yang lebih dahsyat daripada kita. 

Yang perlu kita lakukan hanyalah BERSYUKUR! Bersyukur atas keluarga yang Tuhan anugerahkan kepada kita, BAGAIMANAPUN KONDISINYA. Karena kunci dari kebahagiaan adalah rasa syukur. Tuhan pasti menyimpan HIKMAH di balik setiap peristiwa yang menimpa diri kita. Tuhan pasti mempunyai maksud ketika kita “dijodohkan” dengan keluarga yang kita miliki kini. Terlalu banyak menuntut kesempurnaan dari manusia (termasuk keluarga) adalah hal yang melelahkan dan membuahkan kekecewaan, karena merupakan suatu hal yan mustahil. Daripada “pusing” dengan tuntutan yang tak kunjung memberi hasil, lebih baik kita memulai PERUBAHAN dari diri kita sendiri. Perubahan akan lebih efektif dengan KETELADANAN. 

Seburuk-buruknya nya keluarga kita, namun itu tetap keluarga kita sendiri yang harus dimuliakan. Pada keluargalah (sendiri) kita “pulang”. Bukan berarti  kita harus menyangsikan kebaikan dari keluarga lain, namun utamakanlah segala sesuatu dari prioritas terdekat yakni keluarga kita sendiri. Berbuat baik kepada orang dan keluarga lain adalah kebaikan tersendiri yang insya Allah akan diperhitungkan. Ketika kita senantiasa memuliakan keluarga sendiri, maka otomatis akan tercermin ketika kita bersikap kepada keluarga lain. Namun, ketika kita berbuat (lebih) baik kepada keluarga orang lain, belum tentu kita mau melakukan hal yang sama kepada keluarga sendiri. Disinilah –mis- nya. 

Mari kita berusaha untuk menjadi orang yang pandai bersyukur dalam setiap kondisi. Jangan sampai, ketidaksyukuran kita membuahkan PENYESALAN. Semoga kita dapat menjadi kelaurga ahli syukur.. Aamiin.

Sayang.. (namun tak mendidik)

0

Bismillah..



Sayang.. (namun tak mendidik)

Mungkin Anda pernah mendengar cerita perihal kupu-kupu  yang cacat karena  DIBERI BANTUAN oleh manusia? Saya kembali review sekilas cerita yang cukup menarik ini.
Suatu ketika ada seorang anak laki-laki yang sedang memperhatikan kepompong. Kepompong ini  begitu menyita perhatian sang bocah karena disana terlihat perjuangan seekor bayi kupu-kupu yang berusaha untuk keluar dari lubang kecil cangkang kepompong tersebut. Anak lelaki ini merasa iba dengan si bayi kupu-kupu yang terlihat kepayahan untuk mencari jalan keluar dan memang memakan waktu yang cukup lama. 

Karena rasa kasihan, akhirnya sang anak memutuskan untuk membantu –membukakan jalan keluar- bagi bayi kupu-kupu tersebut. Anak laki-laki itu kemudian menggunting cangkang kepompong dengan harapan si bayi kupu-kupu bisa keluar dengan mudah tanpa harus berlelah-lelah. Ya, bayi kupu-kupu memang bisa keluar dengan memudah, namun apa yang terjadi??ternyata pertumbuhan kupu-kupu tersebut jadi kurang sempurna. Di kala kupu-kupu yang lain dapat terbang tinggi dengan sayapnya yang elok, kupu-kupu ini tidak bisa melakukannya sama sekali. Sayapnya memang ada, tapi dengan ukuran yang lebih kecil. Ukuran sayap yang lebih kecil inilah yang menyebabkan sang kupu-kupu sulit untuk terbang. Akhirnya mau tak mau, sang kupu-kupu malang ini harus menerima kenyataan pahit ini sepanjang hidupnya.

Bila dikaitkan dengan judul dari artikel ini, maka ada poin penting yang dapat kita ambil dari kisah diatas, yaitu bahwa tidak semua yang orang anggap baik bagi anak-anak kita, akan berdampak positif pula bagi mereka. Termasuk, sikap orang tua yang terlalu protective, memanjakan berlebihan atau bergaya diktator MESKI dengan alasan SAYANG. Sikap terlalu memanjakan, bisa membuat anak tidak mandiri. Sikap terlalu protective, dapat membentuk seseorang anak yang penakut. Sikap terlalu diktator, akan menjadikan kreativitas anak terpangkas. Dan semua ini akan MENYULITKAN kehidupan anak di masa depannya kelak (tanpa orang tua sadari). 

Memanjakan adalah memudahkan anak dengan memposisikan orang tua sebagai PELAYAN. Protective yang tak bijak sama dengan memudahkan anak dengan memposisikan orang tua sebagai PELINDUNG UTAMA. Sikap diktator adalah memudahkan anak dengan meposisikan orang tua sebagai PEMBERI KEPUTUSAN tanpa melibatkan sang anak pada proses pengambilan keputusan. Benang merah dari dampak sikap orang tua yang seperti ini adalah menjadikan anak sebagai BONEKA HIDUP. Dampak yang cukup dalam karena mematikan daya pikir-daya gerak-daya rasa. Ketika dewasa, anak akan cenderung menjadi orang yang PASIF. Hidup, namun “minim daya guna.” Dengan demikian, sama saja dengan memburamkan masa depan anak. 

Orang tua memang WAJIB menyayangi putera-puterinya, namun dengan cara yang bijaksana dan tidak berlebihan. Firman Tuhan memang benar adanya, bahwa segala yang berlebihan itu tidaklah baik, dalam hal apapun. Kita harus ingat bahwa disamping tujuan yang baik, dibutuhkan pula cara yang baik. Niat baik dengan cara yang salah, maka hasilnya akan “mis”, begitupun sebaliknya. Rasa sayang memang baik, akan tetapi bila diungkapkan dengan cara yang kurang tepat maka hasilnya seperti kisah kupu-kupu malang di atas. Konon bersadarkan fakta sains, ketika kupu-kupu kesulitan untuk keluar dari cangkang kepompong, itu adalah fase dimana terdapat cairan (seperti hormon) yang sedang mengalir untuk mengoptimalkan perkembangan tubuh (termasuk sayap) sang kupu-kupu. 

So, itulah sebabnya sang kupu-kupu menjadi cacat ketika proses perjuangannya di per-instant oleh bocah laki-laki tersebut.
Semoga Anda, saya, kita semua… dapat menjadi orang tua PENYAYANG yang BIJAKSANA… aamiin. 

(tidak ada) ANAK NAKAL..

0

Bismillah..



(tidak ada) ANAK NAKAL..

Tidak ada anak yang nakal, tidak ada anak yang aneh, tidak ada anak yang menjengkelkan. Coba kita pikirkan kembali, bahwa dengan segala perilaku dan tutur kata mereka, anak-anak..tetaplah anak-anak. Terkadang sebagai orang tua, kita mudah untuk memvonis seorang anak “nakal”..”usil”..”jahil”..”bebal”..dsb. Nakal, karena sulit diatur, selalu membangkang, tidak mau mendengarkan dan seabreg alasan lainnya. Mari kita renungkan kembali, sebagai orang dewasa..memang seharusnya kitalah yang lebih mengerti dan memahami mereka. Mengapa sebagai orang tua malah selalu menuntut anak-anak agar memahami kondisi orang tuanya. Dengan kata lain, anak diminta untuk –lebih shabar dan berkorban- untuk orang tuanya, isn’it?. 

Anak-anak adalah “kertas putih” yang bisa berwarna-warni karena lingkungan di sekitarnya. Anda selaku orang tua mempunyai andil terbesar dalam menentukan warna hidup mereka. Bila diibaratkan “rasa”, maka anak itu –plain-..masih hambar. Oleh karenanya, anak-anak cenderung jujur dan apa adanya. Kalaupun ada anak yang sudah pandai “memanipulasi” dan “stratejik”..maka itu adalah –hasil pembelajaran- anak terhadap orang-orang di dekatnya. Anak lebih mudah meniru apa yang orang tuanya lakukan daripada apa yang orang tuanya katakan. So, bila anak melakukan sesuatu yang menurut kita “nakal”, maka koreksilah diri sendiri terlebih dahulu. Apa mungkin kenakalan yang kita maksud ternyata benihnya ditanam oleh Anda sendiri sebagai orang tuanya.

 Pikiran dan logika anak-anak, tentu berbeda dengan logika orang dewasa. Bila sudah paham demikian, mengapa kita sering tak bisa mengontrol emosi?. Bila emosi kita sudah “terkendalikan” oleh anak-anak, maka tandanya harus ada yang dibenahi! Orang dewasa, TAKLUK pada “permainan anak-anak.” Ketika Anda sudah terpancing emosi sehingga lose control, maka sama dengan kita sedang memaksakan LOGIKA DEWASA (yang sudah ngejlimet) terhadap anak kita. Bisa jadi, saat anak tidak mau mentaati perintah Anda, itu adalah “bentuk reaksi” ketidakpahamannya akan alasan dibalik perintah yang Anda berikan. Ketika anak sulit diajak untuk belajar, bisa saja karena metode pengajaran yang Anda lakukan tidak sesuai dengan “cara belajar” anak, sehingga tidak menarik dan tidak efektif dampaknya. Ketika anak malas-malasan untuk hadir les matematika, bisa jadi karena memang sang anak memiliki potensi yang lebih besar di bidang lain yang non-matematika. Keterbatasan kemampuan anak dalam memahami cara berkomunikasi (yang baik) membuat mereka akan bereaksi “khas” anak-anak, yakni: menangis, marah/ trantrum, kabur, bersembunyi, melakukan “kontak fisik”, dsb. 

Berarti “kegaduhan” yang sering timbul antara anak-orang tua seringkali disebabkan oleh mis-komunikasi (salah paham, salah mengerti). Maklum, range usia saja sudah amat jauh. Maka, memang dibutuhkan ilmu yang mumpuni bagi kita selaku orang tua (orang dewasa) untuk memahami anak-anak kita lebih dalam. Dengan lebih mengenali dan memahami dunia anak, Insya Allah “mengarungi hidup” bersama mereka akan selalu dirasakan sebagai saat-saat yang penuh kebahagiaan. Oleh karena itu, tidak akan ada lagi orang tua yang memberikan label negatif kepada anak-anaknya, karena sejatinya  orang tua lah yang harus melakukan effort  besar dalam memahami anak-anaknya. Tidak ada anak yang nakal, tidak ada anak yang aneh, tidak ada anak yang menjengkelkan…karena semua anak adalah HEBAT..semua anak adalah UNIK! Insya Allah, DIA akan memberikan kemuliaan pada orang tua yang dapat SEPENUH HATI dalam mendidik putera-puterinya..  Aamiin.

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com