Kamis, 18 September 2014

Dagelan di Hari KARTINI

0

Bismillah..

Dagelan di Hari KARTINI



Kemarin malam, saya sempat menyaksikan beberapa sesi dari suatu acara humor di televisi. Karena kemarin bertepatan dengan peringatan “Hari Kartini”, maka acara tersebut mengangkat tema seputar perempuan. Tema yang diperbincangkan memang cukup seru, yakni: wanita karier VS ibu rumah tangga.

Lucu, seru mendengar celotehan-celotehan para narasumber yang jago ber-pandir ria. Namun, meski penuh canda-tawa bahasan mereka tetap jelas arahannya. Semakin saya coba tangkap isi dari pendapat para narasumber, semakin miris juga saya dibuatnya. Pihak narasumber pria, memang diposisikan sebagai kubu yang pro dengan “perempuan menjadi ibu rumah tangga”. Sedangkan pihak narasumber perempuan begitu bersikukuh bahwa para wanita itu harus diberikan “kebebasan untuk berekspresi”, termasuk dengan bekerja di luar rumah.

Lho? Ini kan settingan? Jawabannya mungkin settingan juga? Ya, settingan di konsep acaranya. Akan tetapi, -si empunya acara- tetap mampu mengkondisikan agar jawaban narasumber sesuai dengan pandangan dan pemahaman mereka masing-masing. Saat itu pun terlihat beberapa narasumber yang terpancing sisi emosionalnya.. (padahal ini acara “santai” penuh tawa, hehe)

Ada yang mengatakan bahwa saat perempuan hanya berada di rumah dan menjadi ibu rumah tangga saja, maka ini adalah suatu kemunduran. Ada yang mengatakan bahwa “membuatkan kopi” untuk suami adalah hal simple yang menunjukkan bahwa suami adalah pihak yang manja dan berkuasa. Ada yang mengatakan bahwa ketika perempuan diminta tidak bekerja oleh suaminya, maka itu petanda sang suami sedang iri pada istrinya. Ada yang mengatakan bahwa suami yang pro istrinya hanya menjadi IRT disebabkan karena pria hanya memikirkan kebutuhan dari -perut dan bawah perut- sehingga membatasi lingkup peran istri. Ada yang mengatakan bahwa saat istri sibuk bekerja karena itu adalah tanda sayang pada anaknya, untuk memenuhi kebutuhan anak dan keluarganya, dsb.

Saya malah salut dengan pihak narasumber pria, diantara mereka bahkan ada yang memikirkan jauh ke depan tentang masa depan anak. Ada yang memaparkan bahwa kebutuhan anak itu bukanlah hanya sekedar MATERI, namun perhatian dan kasih sayang orang tuanya. Ada pula yang berpendapat bahwa “saya lebih senang melihat KELUARGA SUKSES, daripada istri dengan karier yang sukses.” Ada yang mengatakan bahwa bila orang tua sibuk, maka berawal lah masalah-masalah di keluarga.

See, ternyata inilah yang di maksud dengan –menghayati- semangat KARTINI. Saya kembali berpikir, bila hari KARTINI hanya membuat peran seorang ibu menjadi absurd, maka lebih baik dihapuskan saja. Ternyata kaum perempuan sudah “gagal paham” tentang makna emansipasi. Emansipasi sejatinya bukan berarti menuntut kesamaan kewajiban, sebab semua ada “ranahnya.” Lebih baik anti mainstream untuk segala sesuatu yang diragukan kebenarannya.

Wahai para perempuan, syukurilah terlebih dahulu dengan terlahirnya kau sebagai PEREMPUAN. Pahamilah sisi kodrati seorang perempuan. Perempuan merupakan mahluk indah yang Allah ciptakan dengan berbagai potensi kemuliaan, termasuk dengan peran sebagai seorang IBU. Ibu yang menjadi –sekolah pertama- bagi anak-anaknya. Seorang istri dan ibu yang shaliha dan penuh kasih sayang.

“Hidup adalah pilihan”, mungkin ada yang melihat masalah ini dengan konteks pernyataan tersebut. Kita juga memilih sesuatu sesuai dengan believe-value-knowledge serta kemampuan yang kita miliki. Namun, kita juga harus sadari dan pahami bahwa diantara alternatif pilihan yang bisa kita ambil, selalu terdapat PILIHAN yang paling UTAMA. Mengapa? karena –pilihan- tersebut lebih memiliki banyak KEUTAMAAN PAHALA dari Allah, Swt. Inshaa Allah..

0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com