PELANGI...
 Perbedaan adalah anugerah. Awalnya mungkin kita 
kerap merasa tidak nyaman dan terancam bila sedang dihadapkan dengan 
perbedaan. Ego kadang menguasai diri. Selalu merasa benar, tak pernah 
mau kalah. Namun, bukankah dengan adanya perbedaan kita bisa saling 
melengkapi? Selain itu, selalu ada kisah indah yang menyertai proses 
belajar kita dalam menerima perbedaan. Oleh karenanya, saya senang 
sekali menganalogikan perbedaan dengan fenomena ‘pelangi.’ Pelangi? Ya. 
Sebab dari gradasi warna pelangi lah 
kita bisa membuktikan bahwa perbedaan itu memesona... Perbedaan warna 
pelangi, berdampingan dan membaur bersama...
 Namun, ternyata ada pelangi yang TIDAK indah sama sekali. Pelangi yang 
mana? Yang digunakan sebagai lambang legalisasi penyimpangan orientasi 
seksual. Belakangan, kita sering menyebutnya dengan istilah LGBT 
(lesbi-gay-biseksual-transgender). Kenyataan ini begitu menghantam 
nurani... Mengapa pelangi yang kukagumi, menjadi perlambang global yang 
menaungi para insan ‘kebingungan’ tadi?
 Sudah banyak upaya legalisasi LGBT yang dilakukan secara smooth, tanpa 
kita sadari. Paham para penggiat LGBT, ceritanya memang mencoba 
'mengedukasi' masyarakat untuk bisa saling menghormati sesama manusia, 
termasuk orientasi seks yang menyimpang sekalipun. Anggapan ini, seolah 
penghormatan terhadap HAM.. bersikap toleran dan 'menanggung bersama' 
(bersimpati, berempati).
 Sebaliknya, bagi para aktivis LGBT ini,
 justru malah mengatakan masyarakat umum (normal) sedang diserang 
'HOMOPHOBIA' dan bagi mereka ini termasuk 'social diseases'.  
Astagfirullah, sudah kebalik-balik ya! Kaum LGBT ini akan  menganggap 
dunia amat sangat kejam pada mereka...selama masyarakat tidak menerima 
paham mereka.
 Did u know? They said: my body is my choice....
 Masya Allah, ini adalah salah satu  tantangan berat yang akan dihadapi 
oleh generasi anak-cucu kita nanti. Apa saja yang sudah kita siapkan 
untuk menghalau, melawan arus negatif yang berseliweran silih berganti 
ini? Mulai sekarang, kita harus bisa berpikir dengan dua kondisi. Dalam 
arti, jangan hanya merasa aman karena anak atau kerabat kita bukan 
pelaku, tapi waspadailah ... jangan sampai anak atau kerabat kita 
menjadi korban si pelaku! Kuatkan anak-anak kita dengan aqidah 
islamiah...sedari dini. Peran ORANG TUA amat penting disini...
 
Akan tetapi, sebelum menguatkan sang anak, kita harus ingat dahulu 1 
hal: bahwa salah satu hak anak adalah untuk memiliki orang tua yang 
tangguh dan hebat.
 Jadi, mari terus-menerus memperbaiki diri seraya 
menguatkan keluarga kita dari berbagai ancaman dahsyat seperti ini... 
dan masih banyak lagi.
 **Kendati, eksistensi mereka memang nyata 
adanya...maka, kita hargai mereka sebagai manusia seutuhnya. Namun, 
secara tegas TIDAK menerima paham yang mereka bawa. Tahu kah...  Mereka 
pun sebetulnya tak ingin dikucilkan, ingin dirangkul, butuh dibantu.

0 komentar:
Posting Komentar