Kestengel Pertama Saya
Bulan Ramadhan memang tidak dapat lepas dari
kue kastengel. Penganan yang bentuknya kecil dengan sensasi keju yang begitu khas. Cocok untuk menemani aktivitas santai selepas kita shalat tarawih, nih. Biasanya, satu
toples dapat saya habiskan hanya satu minggu. Maklum, saya memang fans berat
aneka kue dari keju.
Tetapi, memasuki bulan Ramadhan ini, Ibu baru saja pulih dari sakitnya.
Apalagi usia Ibu sudah hampir memasuki kapala tujuh. Rasanya, batin ini tidak
tega meminta Ibu membuat kastengel seperti bulan puasa di tahun-tahun
sebelumnya.
Aha! Sontak ada ide yang menyentak di otak.
Kenapa tidak saya sendiri saja yang kali ini bergantian membuat kastengel.
Tapi, saya pengin bikin kejutan buat Ibu, jadi … saya putuskan untuk tidak membuatnya di rumah ini.
Saya pun mengajak Kakak agar bekerja sama membuat kastengel untuk pertama
kalinya. Maklum, Kakak sudah menikah dan tinggal di rumah yang berbeda.
Untunglah Kakak pun menerima ajakan saya.
Saya dan Kakak lantas mencari resep kestengel
yang tepat. Ternyata, kurang lebih resep yang tampil di online hampir sama. Agar rasanya tidak beda jauh dari kastengel
milik Ibu, saya pun menggunakan Keju Kraft yang lezatnya mampu menggoyang
lidah. Langsung saja meluncur ke websitenya di www.kejumoo.com.
Momen yang mendebarkan adalah menanti kue
selesai dipanggang. Saat memanggang
kue-kue tersebut, badan saya sempat lemas karena ternyata agak gosong.
Saya dan Kakak pun sempat beda pendapat, antara terus mengantarkan kastengel
ini ke Ibu atau tidak.
“Coba saja kasih Ibu dulu, siapa tahu
rasanya enak,” bujuk Kakak.
Baiklah. Saya menuruti nasehat Kakak.
Saat adzan magrib berkumandang, Ibu justru memilih
mencicipi kastengel pertama saya. Bahkan, Ibu sampai langsung mengambil
kastengel-nya lagi dan lagi. Ah, walaupun penampilan sedikit gosong, setidaknya
Ibu menyukai rasanya. Dan saat itu, hanya senyum mengembang yang
nampak di wajah saya.









